Janji Universal yang Masih Jauh dari Kenyataan
Oleh : Meidhy Fardhatul Islami.
Setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia, yang didasarkan pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR) yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
HAM dirayakan setiap tahun untuk meningkatkan kesadaran global akan pentingnya menjunjung tinggi hak-hak asasi yang melekat pada setiap individu, tanpa memandang ras, agama, suku, bangsa, bahasa, jenis kelamin, warna kulit, atau perbedaan lainnya.
Hak-hak ini bersifat universal, tidak dapat dicabut, dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun, karena hakikatnya sudah melekat pada diri manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.Hak Asasi Manusia telah lama ditetapkan dalam perjanjian universal, yang seharusnya saling melindungi dan dijaga oleh setiap orang tanpa adanya deskriminasi.
Namun, hingga saat ini di berbagai belahan di dunia realitasnya masih membuktikan bahwa HAM belum sepenuhnya dijunjung dan belum menjamin kesejahteraan seluruh umat manusia, terutama bagi kelompok minoritas, adat suatu kelompok, perempuan, dan berbagai perbedaan lainnya yang ada dalam masyarakat.
Pelanggaran HAM dalam masyarakat sering kali terjadi akibat kurangnya pemahaman tentang pentingnya hak asasi manusia yang melekat pada setiap individu. Kelompok minoritas, baik berdasarkan etnis, agama, warna kulit, adat, maupun gaya hidup, kerap menjadi sasaran diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan oleh sebagaian kelompok di wilayah yang mereka huni bersama.
Di banyak daerah, masyarakat adat menjadi korban penggusuran paksa dari tanah leluhur mereka demi proyek-proyek pembangunan besar, seperti bendungan, tambang, atau perkebunan, tanpa mendapat kompensasi yang layak atau kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
Tindakan ini mencerminkan pengingkaran hak oleh pemerintah, yang seharusnya menjadi pelindung HAM. Jika pemerintah, sebagai pemangku tanggung jawab utama, justru melakukan pelanggaran HAM, maka bagaimana kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat dapat terjamin?.
Meski adanya kemajuan dalam kesetaraan gender, perempuan di belahan dunia masih memperjuangkan hak-hak dasar yang mereka miliki. Ketidakadilan yang dominan terhadap perempuan, seperti kekerasan rumah tangga, pernikahan paksa, dan kekerasan seksual tetap menjadi ancaman serius yang menghalangi tercapainya kesetaraan.
Dalam kancah internasional, HAM sangat dijunjung tinggi, negara yang mengabaikan hak-hak warganya dapat dikucilkan oleh negara lain dalam komunitas internasional melalui organisasi global.
Indonesia, sebagai bagian dari komunitas internasional, berkomitmen menegakkan HAM dan telah mengambil langkah nyata dengan membentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Lembaga ini merupakan badan negara independen yang setara dengan lembaga negara lainnya, bertugas melakukan penelitian, pengkajian, dan pemantauan pelaksanaan HAM berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Peringatan Hari HAM menjadi momentum untuk mengingatkan kesadaran masyarakat bagaimana pentingnya kesetaraan disetiap individu, memperkuat solidaritas, dan memastikan bahwa janji-janji universal dapat diwujudkan. Pada kenyataannya, hak asasi setiap orang membutuhkan bantuan dan kerjasama dalam masyarakat, untuk menciptakan lingkungan yang damai, adil, dan inklusif, tanpa memandang wilayah maupun budaya, terutama bagi mereka yang berada di garis ketidakadilan. Terlepas dari latar belakang mereka, setiap orang berhak hidup dengan martabat, keamanan, dan hak-hak yang dilindungi.